Strobo dan Sirene, Simbol Prioritas yang Disalahgunakan

Penggunaan strobo dan sirene yang tidak sesuai aturan kembali menuai reaksi publik. Dalam video yang diunggah akun Instagram @dashcam_owners_indonesia pada 11 Juli 2025, terlihat sebuah kendaraan pribadi memakai strobo biru dan sirene layaknya kendaraan dinas. Padahal, kendaraan tersebut bukan bagian dari institusi manapun yang berhak mendapat prioritas jalan.

Dalam lalu lintas, strobo dan sirene bukan sekadar aksesori. Keduanya merupakan bagian penting, yang menandakan bahwa kendaraan tersebut sedang menjalankan tugas atau berada dalam kondisi darurat. Itulah mengapa penggunaannya dibatasi secara hukum dan hanya diberikan kepada kendaraan yang memang membutuhkan hak utama.

UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 59 menjelaskan bahwa penggunaan strobo dan sirene hanya diperbolehkan untuk kendaraan tertentu, seperti mobil polisi, ambulans, pemadam kebakaran, serta pengawalan resmi. Di luar itu, penggunaan strobo dan sirene bisa dianggap sebagai pelanggaran.

Namun kenyataannya, pelanggaran semacam ini bukan hal baru. Penggunaan strobo dan sirene oleh pihak yang tidak berwenang terus berulang, seolah hukum tak diindahkan. Ini bukan soal gaya atau ingin terlihat penting di jalan raya. Ketika strobo dan sirene dipakai sembarangan, bukan hanya pengguna jalan lain yang dirugikan, tetapi juga kendaraan resmi yang seharusnya mendapat prioritas.

UU yang sama pada Pasal 247 Ayat 4 juga mengatur sanksi bagi penyalahgunaan ini, yaitu pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda maksimal Rp250.000.

Strobo dan sirene adalah simbol tanggung jawab, bukan hak istimewa. Menggunakannya tanpa alasan yang sah sama saja merusak kepercayaan publik terhadap sistem. Jika aturan ini terus diabaikan, maka bukan hanya lalu lintas yang terganggu, tapi juga rasa hormat terhadap hukum yang makin terkikis.

Penulis: Mg_Irham
Editor: Indah

Post Comment