Gaji DPR Selangit, Guru Honorer Menjerit
Ketimpangan antara guru honorer dan pejabat publik makin tampak. Guru honorer diminta ikhlas dalam keterbatasan, sementara pejabat tertentu justru mengusulkan kenaikan gaji, dengan alasan untuk mencegah korupsi. Lalu, mana yang harusnya menjadi prioritas negara?
Keresahan ini kembali muncul lewat video yang diunggah akun TikTok @official.ntv, menampilkan curahan hati seorang guru honorer dari Bengkulu. Dalam video tersebut, ia mengungkapkan bahwa gajinya hanya Rp540 ribu per bulan. Jumlah yang bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Padahal, ia mengajar di sekolah negeri dan sudah mengabdi selama bertahun-tahun.
Disisi lain, anggota DPR menerima gaji dan tunjangan yang fantastis. Dikutip dari buku Ketimpangan Gaji DPR dan Rakyat Akibat Demokrasi Liberal, Riskha Tri Budiarti. dkk., total gaji dan tunjangan anggota DPR bisa mencapai Rp75 juta per bulan. Kesenjangan penghasilan ini menunjukkan ketimpangan struktural yang mencolok.
Di tengah ketimpangan itu, pada 4 Juni 2025, Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa, mengusulkan agar gaji kepala daerah, yang saat ini berkisar antara Rp 5,9–6 juta per bulan dinaikkan. Ia beralasan bahwa dibayar rendah, bisa jadi muncul godaan korupsi terkait biaya politik dan kebutuhan hidup pejabat daerah.
Namun, argumen kenaikan gaji bukanlah jawaban tunggal. Laporan KPK Lubuklinggau tahun 2024 menyebut bahwa sejak 2004 sampai Januari 2022, tercatat sebanyak 22 gubernur dan 148 bupati atau wali kota yang diproses karena korupsi. Indonesian Corruption Watch (ICW) juga mencatat ribuan kepala daerah telah ditetapkan tersangka, menunjukkan bahwa kenaikan gaji paralel dengan korupsi bukan solusi karena akar masalah sebenarnya terletak pada politik, budaya gratifikasi, dan lemahnya pengawasan sistemik.
Sementara itu, data Kemendikbud 2025 menunjukkan ada sekitar 1,5 juta guru honorer di Indonesia yang bekerja tanpa jaminan sosial dan status tetap. Mereka bertugas mencerdaskan anak bangsa, namun masih menerima gaji di bawah amanat kebutuhan minimum keluarga. Ketepatan hati, integritas, dan dedikasi mereka justru sering dikorbankan dalam sistem yang timpang.
Negara harus memperbaiki sistem pendidikan dari pangkalnya, dengan memperhatikan kesejahteraan guru honorer. Integritas pejabat tidak bisa dijaga hanya melalui kenaikan gaji, seperti diperlukan audit publik, seleksi terbuka, pengawasan ketat, dan penegakan hukum tegas tanpa pandang bulu.
Tanpa menghargai guru dengan kebijakan nyata, maka gagasan Indonesia Emas 2045 akan hampa makna. Jika pemerintah masih berpikir bahwa antikorupsi seharusnya dibayar berupa kenaikan gaji pejabat, bagaimana nasib mereka yang setiap hari mengabdi dalam keterbatasan.
Penulis: Mg_Siti Zakia
Editor: Indah
Post Comment