Fanatisme Politik: Ketika Dukungan Mengarah ke Obsesi
Fanatisme politik merupakan fenomena kompleks yang mempengaruhi dinamika sosial dan politik. Di Indonesia, dimana demokrasi mendorong partisipasi aktif, fanatisme politik tidak hanya menjadi bagian dari debat publik, tetapi juga menciptakan dampak psikologis yang mendalam.
Menurut Jurnal Kommas “Pilpres 2019 dan Fanatisme di Media Sosial” karya Millati Azka Hanifa (2019), fanatisme politik adalah sikap atau perilaku yang menunjukkan dukungan berlebihan terhadap partai politik, ideologi, atau tokoh politik tertentu. Individu yang fanatik cenderung memiliki pandangan yang sangat kuat dan sulit mengubah pendapat, bahkan ketika dihadapkan dengan bukti yang bertentangan.
Fanatisme politik bisa berkembang menjadi obsesi, di mana individu merasa terikat secara emosional dan rasional terhadap pandangan politik tertentu. Hal ini terlihat ketika pendukung tidak hanya mengikuti berita, tetapi menganggap kemenangan atau kekalahan politik sebagai peristiwa pribadi yang mempengaruhi hidup mereka. Mereka sering kali siap mengorbankan waktu, energi, dan kadang-kadang nilai-nilai mereka demi membela pihak yang mereka dukung. Misalnya, presiden ke-8 sebelum menjabat mengklaim bahwa dukungan partai dan pembentukan partai baru menunjukkan bahwa dia lebih unggul dibandingkan dengan Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu dampak signifikan dari fanatisme politik adalah munculnya polarisasi ekstrem. Dukungan berlebihan sering kali membuat individu menutup mata terhadap kritik yang valid. Mereka cenderung menyaring informasi yang diterima, hanya memilih yang sesuai dengan pandangan mereka, dan mengabaikan fakta yang bertentangan. Ini merusak kualitas diskursus politik dan menciptakan komunitas yang terpecah.
Ketika fanatisme mencapai tingkat ekstrem, dapat menyebabkan konflik sosial yang tajam. Para pendukung yang sangat setia mungkin tidak hanya mengkritik lawan politik mereka tetapi juga menyerang mereka secara pribadi. Serangan ini sering meluas ke ranah digital, di mana media sosial menjadi arena pertarungan ideologis, mempengaruhi kehidupan sehari-hari, merusak hubungan sosial, dan menciptakan ketegangan yang berkelanjutan.
Kurang menjadi perhatian adalah bagaimana fanatisme politik dapat memengaruhi kesehatan mental individu. Terjebak dalam siklus dukungan dan kritik yang intens bisa menyebabkan stres dan kecemasan berkepanjangan. Individu yang sangat terobsesi dengan politik mungkin merasa tertekan saat hasil tidak sesuai harapan mereka, yang pada gilirannya mempengaruhi kesejahteraan mereka secara keseluruhan.
Namun, penting untuk mengakui bahwa dukungan politik yang kuat dapat menjadi sumber motivasi dan perubahan positif. Keseimbangan perlu dijaga dengan mengembangkan sikap kritis yang sehat dan konstruktif terhadap proses politik serta menjaga kesehatan mental.
Sebagai masyarakat demokratis, kita harus mendukung diskursus politik yang inklusif dan konstruktif, bukan yang memecah belah. Menghargai perbedaan pendapat, mendengarkan tanpa prasangka, dan berdiskusi dengan rasa hormat adalah langkah-langkah penting untuk mengurangi dampak negatif dari fanatisme politik. Dengan cara ini, kita dapat berkontribusi pada lingkungan politik yang lebih sehat dan produktif serta mewujudkan cita-cita bersama untuk kemajuan Indonesia.
Penulis : Mg_Aisyah
Editor : Naila
Post Comment