Asmara Tragis sang Pujangga

Di penghujung malam bersama rembulan Bak pendongeng tanpa buku, kau membacakan segala buih cinta yang masam.

Sebab teringat dusta kala itu
Seseorang telah melampaui ruang tunggu
Merebak mawar putih yang tergenggam di sepanjang tangis
Merapal segala harap pada mayapada tersadis

Menelusuri segala arah tanpa arah
Melewati jenggala tanpa pelita
Mencari kejujuran pada kebohongan, hanya menuntunku pada belenggu kenaifan

Bagai kaktus yang ku dekap
Indah hadirmu akan tetap membuatku tertancap
Rupanya, rupamu bukan lagi karya tuhan terindah yang kumiliki, sebab kau juga sama milliknya tak pernah ku bayangkan, hadirmu selalu menyimpan tanya kerap kali kau memberanikan diri untuk menjadi senopati

Hingga akhirnya, kau rangkai bahasa-bahasa
Yang selama ini menjadi misteri
Dan menyisakkan tangis di tiap hela nafas diri

Biarlah,
Soneta-soneta favorit kita adalah saksi bisu dalam lelucon kejanggalan
Menjadi ikhlas pada kenang yang harus terhenti baitnya
Agar apapun tentang kita segera usai, begitulah pinta semesta

Lalu kau akan mengerti, menjadi sepahit-pahitnya memori adalah
Mengatakan selamat tinggal yang mati suri
Kini, ruang itu tak berpenghuni
Walau hanya sebungkus bukti yang dikemas oleh janji.

Karya: Zauti Maula

Post Comment