Jejak Panjang Bank Indonesia: 72 Tahun Menjaga Kestabilan Nilai Rupiah
Selama lebih dari tujuh dekade, Bank Indonesia telah menjadi bagian penting dalam perjalanan ekonomi bangsa. Sebagai bank sentral, lembaga ini memiliki tugas utama menjaga kestabilan nilai rupiah agar harga barang tetap terkendali dan kegiatan ekonomi masyarakat berjalan lancar. perjalanan Bank Indonesia sebagai bank sentral dimulai jauh sebelum kemerdekaan, ketika Indonesia masih berada di bawah kekuasaan kolonial.
Dikutip dari Jurnal Sejarah dan Evolusi Bank Indonesia: Dari De Javasche Bank Menuju Bank Sentral Modern yang ditulis oleh Salsabila, menjelaskan bahwa pada tahun 1828, pemerintah Belanda mendirikan sebuah bank bernama De Javasche Bank (DJB). Bank ini diberi wewenang untuk mencetak dan mengedarkan uang gulden Hindia Belanda, serta menyimpan dana milik pemerintah kolonial.
Meskipun saat itu belum disebut sebagai bank sentral seperti saat ini, DJB sudah memiliki peran penting dalam mengatur sistem keuangan kolonial, termasuk mengelola jumlah uang yang beredar dan menjaga kestabilan mata uang.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pemerintah belum memiliki bank sentral sendiri. DJB masih tetap beroperasi hingga akhirnya dinasionalisasi pada tahun 1951 dan diambil alih oleh pemerintah Indonesia.
Selanjutnya, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953, nama bank tersebut resmi diubah menjadi Bank Indonesia, sejak saat itu menjalankan peran sebagai bank sentral Indonesia.
Pada awal masa berdirinya, Bank Indonesia memegang dua fungsi sekaligus, yakni sebagai bank sentral dan bank komersial. Peran ganda Ini berlangsung dari tahun 1953 hingga 1966. Dalam periode ini, Bank Indonesia belum bersifat independen karena masih mengikuti kebijakan pemerintah, terutama dalam membiayai defisit anggaran negara. Hal ini menyebabkan terjadinya inflasi yang cukup tinggi di dalam negeri.
Memasuki masa Orde Baru, yaitu tahun (1966 hingga 1997), pemerintah mulai melakukan berbagai reformasi. Bank Indonesia tidak lagi menjalankan kegiatan perbankan komersial dan mulai fokus pada pengendalian uang yang beredar di masyarakat. Meski demikian, Bank Indonesia belum sepenuhnya mandiri karena beberapa kebijakan moneter masih kerap dipengaruhi oleh campur tangan pemerintah.
Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 menjadi titik balik penting bagi Bank Indonesia. Untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah bersama DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Melalui Undang-Undang ini, Bank Indonesia ditetapkan sebagai lembaga independen yang bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lain. Sejak saat itu, bank Indonesia hanya berfokus pada tujuan utama, yaitu menjaga kestabilan nilai rupiah.
Kini, sebagaimana dijelaskan dalam jurnal Perkembangan Bank Sentral yang ditulis oleh Tria, Bank Indonesia memiliki tiga tugas utama.
1. Menetapkan dan menjalankan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat agar inflasi tetap rendah dan ekonomi tetap stabil.
2. Menjaga kelancaran sistem pembayaran, baik pembayaran secara tunai maupun non-tunai, seperti melalui transfer antarbank.
3. Menjaga stabilitas sistem keuangan, yaitu memastikan bahwa bank dan lembaga keuangan di Indonesia beroperasi secara sehat dan tidak merugikan masyarakat.
Dalam menjalankan tugasnya, Bank Indonesia menggunakan berbagai alat atau instrumen seperti operasi pasar terbuka, pengaturan suku bunga, dan pengawasan terhadap perbankan. Semua ini dilakukan demi menjaga agar harga barang tetap terjangkau dan masyarakat merasa aman dalam bertransaksi.
Selama 72 tahun perjalanannya, Bank Indonesia telah mengalami berbagai fase penting. Dari bank warisan kolonial di masa penjajahan, hingga menjadi lembaga independen yang memegang peranan krusial dalam menjaga kestabilan ekonomi Indonesia.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan tantangan global saat ini, Bank Indonesia terus berbenah dan beradaptasi demi menjaga nilai rupiah serta mendukung kesejahteraan rakyat Indonesia.
Penulis: Mg_Safira
Editor: Davina
Post Comment